CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Pengayuh Becak


1. Sekolah

“Sulit sekali menghadapi kehidupan ini sangat-sangat sulit, tuntutan yang mengharuskan kita selalu tetap belajar, bertahan hidup dan berjuang untuk mendapatkan semua hal yang di idamkan. Saat ini memang uanglah yang menentukan semua nasib seorang manusia. Haruskah kita melakukan hal yang sama dengan seorang yang berkerah putih???  Tikus-tikus putih yang mecemari ibu pertiwi, dengan perut buncinya mereka tertawa lepas tanpa menghiraukan semua semut yang mereka injak haya karna sepotong keju yang mereka lihat. ADIL .. kata itu sudah tidak berguna di massa global seperti ini hanya kekuasaan dan harta yang menggelapkan dunia ini, masihkah ada seorang di atas sana yang tahu akan pendeeritaan seorangn pengayuh becak seperti saya ini???” gerutuk pak Udin di dalam hatinya, di bawah teriknya matahari pak Udin mengerutkan dahinya dan menunduk, kali ini bukan masalah para tikus berkerah putih itu lagi tapi skarang ia sangat merasa bingung karena anak sulungnya  Nurul membutuhkan biaya untuk melanjutkan sekolahnya. Pak Udin selalu berusaha keras kalau untuk pendidikan anak-anaknya karena ia tidak ingin suatu hari nanti anaknya akan memiliki nasib yang sama dengan dirinya.
Setelah matahari mulai tergelincir Pak Udin baru mengayuh becaknya untuk pulang menuju gubuk reot peninggalan orang tuanya. Di sanalah Pak Udin tingal bersama istri dank empat anaknya yang masing-masing masih duduk di sekolah dasar dan si sulung Nurul yang hendak melanjutkan sekolahnya ke sekolah menengah atas. Walaupun setiap harinya Pak Udin tidak membawa penghasilan yang cukup namun sepeser uang yang hanya dapat di tukar dengan beberapa liter beras saja keluarga pak Udin sudah mersasa sangat bersyukur.
“Pak, Nurul mau nerusin sekolah ke SMA, Nurul ga akan minta biaya ke bapa sama ibu..” keluh Nurul kepada pak Udin.
Pak Udin hanya bias mengelus kepala Nurul dengan meneteskan air mata, di dalam hati kecilnya pak Udin menjerit ia ingin melihat semua anak-anaknya mengecap pe ndidikan yang layak namun apa daya dengan segala kekurangnnya pak Udin hanya bias berdoa dan berusaha lebh keras lagi.
 “ iya Nurul bapak akan berusaha dan mendukung Nurul supaya Nurul jadi anak pinter, bapak punya tabungan sedikit besok kita pakai saja untuk daftar ke SMA” Jawab pak Udin.
Nurul pun bangkit dan melebarkan mulutnya tersenyum. Keesokan harinya berangkatlah Nurul dengan pak Udin ke sekolah yang di harapkan Nurul, tidak neko-neko Nurul hanya menginginka ia duduk di bangku sekolah tidak memandang apakah itu sekolah vaforit ataupun tida. Pak udin memaksakan keadaannya hanya untuk membahagiakan anaknya dan ia berharap dengan duduknya Nurul di bangku sekolah akan membantu perekonomian keluarganya kelakdi kemudian hari, walaupun pak Udin belum tau bagaimana harus mencukupi biaya sekolah Nurul nantinya tapi ia yakin kalau untuk mendukung dan membahagiakan keinginan yang di mata Allah itu baik maka Allah tidak akan lupa dan menunda rijki yang akan Ia berikan.
Pagi itu hari pertama Nurul masuk sekolah barunya dengan di antar pak Udin dengan becak tuanya Nurul sangat bersemangat. Tanpa rasa malu Nurul turun dari becak  lalu mencium tangan pak Udin di depan gerbang sekolah. Setelah mengantar anak sulungnya pak Udin kembali melakukan kegiatan dehari-harinya sebagai pengayuh becak kali ini pak Udin llebih bersemngat karna melihat kegigihan Nurul untuk menggapai kiinginannya.
Alhamdulillah kali ini pak Udin di beri rijki lebih karena kebetulan ada acara di kabupaten yang meminta becak pak udin untuk disewa sebagai properti pembukaan acara tersebut. Malam harinya semua keluarga pak Udin berkumpul untuk bercengkrama dan melepas lalah setelah seharian melakukan kegiatan yang sangat berat. Nurul pun banyak sekali bercerita tentangdirinya di sekolah yang baru ia tempati.

๛๛

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar