Badut itulah kami mungkin rasanya bodoh apabila kita
mendengar sebutan itu, namun tanpa hal itu kami upss.. lebih tepatnya saya yang
tinggal sebatangkara di kota metropolitan yang gemerlapan ini yang harus terus
hidup menyambung nyawa. Propesi sebagai seorang
badut telah saya dan teman saya Rani lakoni sejak kami tinggal satu kos
dan ide itu memang muncul dari mulut teman saya, tadinya saya pikir propesi
sebagai seorang badut adalah pekerjaan yang tidak menguntungkan tapi ternyata
pandanganku itu salah.
“Huhhh..” ujarku sambil ku jatuhkan badanku di atas
ranjang tidur
”hari ini sangat lelah tapi syukur ya kali ini kita
mendapat job yang bagus”
“ia badanku terasa ramuk” sahut Rani
“Alhamdulilah…, sebaiknya kita harus bersyukur” timpal
ku.
Saat istirahat meredakan rasa lelah tiba-tiba Rani
meloncat dari atas tempat tidur sambil berteriak girang
“ada apa Ran?” Tanya ku
“Ehh kira-kira honor kita berapa pesta tadi cukup
meriah dan itu tandanya…”
aku tersenyum dan mengeluarkan amplop coklat dari saku
bajuku, aku dan Rani sudah tak sabar untuk membuka dan melihat isi amplop itu. Namun
setelah di buka ternyata isi amplop itu hanya berisi dua lembar kertas berwarna
biru
“ hah.. apa ini setelah kerja keras kita hanya dapat
segini?” Rani kaget dan serentak keningnya mengusut
“kamu gak boleh begitu sebaiknya kita harus bersyukur
atas rizki yang telah di berikan Allah kepada kita”
“ya tapi pesta tadi cukup meriah dan tak mungkin hanya
memberi kita honor segini”
Rani terus nyolot
“sudahlah sebaiknya kita sholat magrib dulu sebelum terlambat” aku berusaha
menenangkan.
Keesokan harinya kami bangun tidur seperti biasa,
piket dan bersiap pergi ke sekolah, lalu berganti kostum sesuai propesi kami.
Namun ada yang tak biasa yang kulihat dari Rani wajahnya pucat dan terlihat
sangat lelah
“Ran kamu sakit?” tanyaku penasaran
“tidak” Rani menjawab singkat
“apa kamu belum makan? Kalau kamu sakit kita pulang
aja untuk sementara waktu kita tak usah bekerja dulu”
“gak apa-apa Sil aku sehat ko” jawab Rani tapi aku
sungguh merasa kasihan padanya dan terus membujuk dia
“ayolah Ran aku tau kamu sedang sakit” dan dengan
serentak Rani berteriak
“kalo kita gak kerja hari ini kamu gak bakalan bisa
bayar uang sekolah” mata Rani terbelalak, akupun kaget dengan sikap Rani yang
tak biasa seperti itu, dengan keadaannya yang sedang sakit tapi ia masih sempat
memikirkan keadaanku tak terasa pipiku basah oleh cairan yang mengalir dari
mataku. Aku hanya diam terpaku dengan tatapan yang kosong, dan tiba-tiba Rani
tersungkur jatuh dengan serentak aku menolongnya namun tak biasanya badan Rani
kejang, dari mulutnya keluar busa putih, dan matanya terbalik, aku sangat kaget
dan berusaha mencari perhatian orang-orang pun datang menghampiri kami di bawah
pohon di pinggir jalan raya. Aku yang duduk di lorong rumahsakit tempat Rani di
larikan hanya dapat menangis dan tiba-tiba tersadar untuk menghubungi orang tua
Rani yang tinggal di Bandung, dengan segera aku membawa telpon genggam milik
Rani dan mencari nomor yang dapat ku
hubungi dan aku temukan nomor yang bernama Bapak tak berpikir lama aku langsung
menekan tombol yang berwarna hijau dan menunggu seseorang berbicara di ujung
telpon yang lain. Dan kemudian terdengar suara seorang laki-laki tua dan
berbicara
“Assalamualaikum geulis aya naon?”
“maaf pak saya
dengan teman Rani” jawabku
“Ohh teman Rani, ia ada apa dek?”
“begini pak Rani masuk rumah sakit” jelasku singkat
“masuk rumahsakit? Baiklah bapak akan segera ke
Jakarta” kaget
“ia pak Assalamualaikum” “waalaikumsalam.”
0 komentar:
Posting Komentar