CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Badut


Badut itulah kami mungkin rasanya bodoh apabila kita mendengar sebutan itu, namun tanpa hal itu kami upss.. lebih tepatnya saya yang tinggal sebatangkara di kota metropolitan yang gemerlapan ini yang harus terus hidup menyambung nyawa. Propesi sebagai seorang  badut telah saya dan teman saya Rani lakoni sejak kami tinggal satu kos dan ide itu memang muncul dari mulut teman saya, tadinya saya pikir propesi sebagai seorang badut adalah pekerjaan yang tidak menguntungkan tapi ternyata pandanganku itu salah.
“Huhhh..” ujarku sambil ku jatuhkan badanku di atas ranjang tidur
”hari ini sangat lelah tapi syukur ya kali ini kita mendapat job yang bagus”
“ia badanku terasa ramuk” sahut Rani
“Alhamdulilah…, sebaiknya kita harus bersyukur” timpal ku.
Saat istirahat meredakan rasa lelah tiba-tiba Rani meloncat dari atas tempat tidur sambil berteriak girang
“ada apa Ran?” Tanya ku
“Ehh kira-kira honor kita berapa pesta tadi cukup meriah dan itu tandanya…”
aku tersenyum dan mengeluarkan amplop coklat dari saku bajuku, aku dan Rani sudah tak sabar untuk membuka dan melihat isi amplop itu. Namun setelah di buka ternyata isi amplop itu hanya berisi dua lembar kertas berwarna biru
“ hah.. apa ini setelah kerja keras kita hanya dapat segini?” Rani kaget dan serentak keningnya mengusut
“kamu gak boleh begitu sebaiknya kita harus bersyukur atas rizki yang telah di berikan Allah kepada kita”
“ya tapi pesta tadi cukup meriah dan tak mungkin hanya memberi kita honor segini”
Rani terus nyolot
“sudahlah sebaiknya kita sholat  magrib dulu sebelum terlambat” aku berusaha menenangkan.
Keesokan harinya kami bangun tidur seperti biasa, piket dan bersiap pergi ke sekolah, lalu berganti kostum sesuai propesi kami. Namun ada yang tak biasa yang kulihat dari Rani wajahnya pucat dan terlihat sangat lelah
“Ran kamu sakit?” tanyaku penasaran
“tidak” Rani menjawab singkat
“apa kamu belum makan? Kalau kamu sakit kita pulang aja untuk sementara waktu kita tak usah bekerja dulu”
“gak apa-apa Sil aku sehat ko” jawab Rani tapi aku sungguh merasa kasihan padanya dan terus membujuk dia
“ayolah Ran aku tau kamu sedang sakit” dan dengan serentak Rani berteriak
“kalo kita gak kerja hari ini kamu gak bakalan bisa bayar uang sekolah” mata Rani terbelalak, akupun kaget dengan sikap Rani yang tak biasa seperti itu, dengan keadaannya yang sedang sakit tapi ia masih sempat memikirkan keadaanku tak terasa pipiku basah oleh cairan yang mengalir dari mataku. Aku hanya diam terpaku dengan tatapan yang kosong, dan tiba-tiba Rani tersungkur jatuh dengan serentak aku menolongnya namun tak biasanya badan Rani kejang, dari mulutnya keluar busa putih, dan matanya terbalik, aku sangat kaget dan berusaha mencari perhatian orang-orang pun datang menghampiri kami di bawah pohon di pinggir jalan raya. Aku yang duduk di lorong rumahsakit tempat Rani di larikan hanya dapat menangis dan tiba-tiba tersadar untuk menghubungi orang tua Rani yang tinggal di Bandung, dengan segera aku membawa telpon genggam milik Rani dan mencari  nomor yang dapat ku hubungi dan aku temukan nomor yang bernama Bapak tak berpikir lama aku langsung menekan tombol yang berwarna hijau dan menunggu seseorang berbicara di ujung telpon yang lain. Dan kemudian terdengar suara seorang laki-laki tua dan berbicara
“Assalamualaikum geulis aya naon?”
 “maaf pak saya dengan teman Rani” jawabku
“Ohh teman Rani, ia ada apa dek?”
“begini pak Rani masuk rumah sakit” jelasku singkat
“masuk rumahsakit? Baiklah bapak akan segera ke Jakarta” kaget
“ia pak Assalamualaikum” “waalaikumsalam.”















  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar